Jember, newsonline.id – Perjuangan melelahkan dialami Musleh Adnan (47) warga Dusun Durjo Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember. Karenan bukan setahun dua tahun, tapi sudah belasan tahun, Musleh berjuang untuk tanah warisan peninggalan leluhurnya atas nama Surjani Bungsu. Tanah warisan itu dengan luas sekitar 3 hektar di Dusun Durjo desa setempat.
Meski melelahkan, namun Musleh Adnan dan keluarganya tidak pernah putus semangat untuk mencari keadilan. Memang yang dihadapi untuk memperjuangkan tanah waris tersebut bukan orang selevelnya atau warga biasa, tapi dirinya harus berhadapan dengan perangkat desa, kepala desa (kades), aparat kecamatan dan aparat keamanan setempat.
Bahkan, sekali dua kali dirinya berdebat dan berselisih paham terhadap aparat perangkat desa terdiri dari kampung, sekdes dan kades. Di lain waktu, Musleh pernah diberi surat undangan dari desa dan kecamatan untuk menghadiri pertemuan yang difasilitasi pihak desa dan kecamataan.
Anehnya, dalam beberapa pertemuan tersebut yang hadir hanya diri Musleh dan beberapa perangkat desa, kades dan camat serta dari pihak aparat kecamatan. Sedangkan, pihak lain yang mengklaim tanah tersebut tidak hadir. Justru kesan pertemuan itu, Musleh Adnan dijadikan pengkiman para perangkat desa, kades dan camat.
“Bukan sekali saja saya menghadiri pertemuan, tapi yang datang bukan pihak warga yang mengklaim tanah itu, justru perangkat desa, kades. Itu kan kesannya saya dihakimi oleh mereka (perangkat desa). Masak begitu cara menyelesaikan sengketa tanah, itu sepihak namanya,” terang Musleh Adnan.
Musleh memaparkan, bahwa dirinya belum pernah difasilitasi oleh desa dan kecamatan bisa ketemu pihak yang mengklaim tanah leluhurnya itu. Sehingga, ada kesan bahwa perangkat desa hanya ingin menangnya sendiri dan memojokkan dirinya. “Saya sudah berusaha prosedur dengan diselesaikan secara kekeluargaan. Salah satu yang saya tempuh berkirim surat untuk diadakan pertemuan, di desa atau kecamatan yang mefasilitasi,” ungkapnya.
Bahkan, kata Musleh, justru dirinya dibombardir pertanyaaan pertanyaann yang memojokan dan tidak ada kaitannya dengan penyelesaian tanah. Misalnya, minta bukti , kalau dirinya mempunya tanah tersebut.” Saya kirim surat itu agar desa memfasilitasi dibuka apa yang ada di data desa, kerawangan desa apa yang tertulis disitu dan nama siapa yang tertera. Kalau itu disampaikan, masalah itu akan jelas sudah dan terang benderang,” bebernya.
Menurut dia, pihak desa dan pihak kecamatan ini, selayaknya transparan memberikan pelayanan yang terbaik bagi warganya. Mestinya, kata Musleh, tugas pokok sebagai aparat desa dan kecamatan itu pelayanan, bukan warga dipersulit. “Bupati saja berulang kali menegaskan kalau dirinya sampai perangkat desa di bawah ini sebagai pelayan. Kalau itu yang ngomong bupati, masak bawahannya berani melawan omongan bupati,” ujarnya.
Terkait keluhan warga tersebut, Kampung Dusun Durjo, Desa Karangpring , Wahyudi kerpada wartawan menyatakan bahwa surat undangan tersebut tergantung Camat, karena yang mengundang warga. “Undangan warga itu tergantung pak Camat karena yang mengundang,” ujar Wahyudi, ketika dikonfirmasi usai pertemuan. (tim)