Home Berita Analisis CERI, Bahlil Sebagai Menteri ESDM Tata Kelola SDA akan Semakin Amburadul

Analisis CERI, Bahlil Sebagai Menteri ESDM Tata Kelola SDA akan Semakin Amburadul

0
SHARE

JAKARTA, Newsonline.id.- – Menyimak dari pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tentang hilirisasi LPG pada saat acara serah terima jabatan di Kementerian ESDM, Selasa (20/8/2024), Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) mengungkapkan, pernyataan Bahlil tersebut telah membuat bingung semua pihak.

LPG mana bisa lagi di hilirisasi, LPG itu hanya tinggal digunakan untuk memasak saja, apa dia gak paham apa itu konsep hilirisasi ?.

Pada momen Sertijab itu, Bahlil menegaskan di antara fokusnya adalah terkait optimalisasi peningkatan lifting minyak dan gas (migas) terhadap sumur idle.

“Jadi ibu Dirut Pertamina kita harus bicara detil karena impor naik. Kalau ada persoalan di regulasi, apa yang bisa diubah. Negara kita kompetitif,” jelas Bahlil.

Tak hanya itu, ia juga meminta kepada Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto untuk menyampaikan data terkait impor gas yang banyak mengandung C3-C4 untuk bisa segera dibangun hilirisasi LPG.

Tampaknya Bahlil gak paham konsep hulu dan hilir dari tata kelola migas, contohnya mengapa pula dia menanyakan soal impor gas harus mengandung C3 dan C4 kepada kepala SKK Migas, sebab urusan impor LNG itu urusan Pertamina dengan Dirjen Migas sebagai pemberi rekomendasi apakah boleh impor atau ekspor ?.

“Jadi kehadiran Bahlil sebagai Menteri ESDM pada dua bulan lagi jelang berakhirnya Pemerintah Jokowi, menurut pengamatan kami tidak akan banyak menyelesaikan begitu banyak persoalan di Kementerian ESDM, bisa jadi akan semakin rumit, sebab masalahnya mulai di hulu terkait anjloknya lifting minyak yang sudah sangat parah seiring meningkatnya konsumsi BBM masyarakat tentu sangat berkorelasi dengan semakin meningkatnya impor minyak mentah dan BBM setiap harinya oleh Pertamina,” ungkap Sekretaris CERI, Hengki Seprihadi, Selasa (20/8/2024) malam.

Apalagi, lanjut Hengki, saat ini semakin meningkat

nya impor LPG juga diperparah akibat kurangnya pembangunan jaringan gas (Jargas) dan lambatnya proses transisi energi fosil ke energi terbarukan tentu ikut menguras naiknya nilai subsidi energi di APBN setiap tahunnya.

“Belum lagi soal kebijikan pengelolaan mineral dan batubara yang masih banyak terjadi pelanggaran terhadap UU Minerba, contohnya seperti kasus tata niaga tambang timah di PT Timah Tbk di Bangka Belitung, penambangan nikel dan batubara koridor masih banyak terjadi di berbagai daerah,” ungkap Hengki.

Kemudian posisi Dirjen Minerba dan Dirjen Migas terlalu lama dijabat oleh Pelaksana Tugas tentu merupakan beban tersendir yang tidak mungkin bisa diselesaikan oleh Presiden Jokowi diujung akan berakhir jabatannya.

Lebih khusus, ungkap Hengki, pemberian IUPK batubara bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) bagi Ormas keagamaan adalah pelanggaran nyata jika berandaskan isi PP nomor 25 tahun 2024 yang nyata bertentangan dengan UU Minerba nomor 3 tahun 2020, selain itu kebijakan itu akan meningkatkan produksi batubara nasional pada tahun 2025 hingga 2026 bisa tembus 1 miliar metrik ton pertahun, kebijakan itu tentunya bertentangan dengan Kebijakan Energi Nasional yang sudah ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebagai Kedua Dewan Energi Nasional..

“Semua kegiatan pengurasan sumber daya alam yang sangat berpotensi merusak lingkungan tentu jauh dari komitmen kita mengurangi emisi yang berakibat ikut menyumbang kerusakan iklim dunia,” ungkap Hengki.

Tak kalah mengherankan, kata Hengki, seharusnya jabatan Menteri ESDM itu bukan diisi oleh orang yang berlatar belakang ketua umum partai politik.

“Sebab sangat bisa berpotensi terjadi proses kongkalikong dalam penerbitan dan memperpanjang izin-izin tambang dan WK Migas, jika ini terjadi dampak negatifnya jangka panjang” pungkas Hengki.(*/NO01)

SHARE
Previous articleOtopianus Bakal Cabup Dogiyai Papua Tengah Dilaporkan Ke Polda Metro Jaya
Next articleBupati Cianjur Bakal Hadiri Pasar Leuweung Pabeasan Cianjur
Avatar
Kami adalah Jurnalis Jaringan NewsOnline, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here