Home Opini 27 Tahun Reformasi: Masih Relevankah Letter of Intent Sebagai Garis Garis Besar...

27 Tahun Reformasi: Masih Relevankah Letter of Intent Sebagai Garis Garis Besar Haluan Negara?

0
SHARE

Oleh : Salamuddin Daeng

Oktober 2024 ada dua peristiwa penting di negara Indonesia, yakni pertama pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih dan kedua Letter of Intent (LoI) Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF) genap berusia 27 tahun. Peristiwa kedua disebut dengan dengan orde reformasi yang berbeda dengan orde baru atau orde lama sebelumnya.

Selama 27 tahun reformasi Indonesia seluruh kebijakan yang dijalankan hingga saat ini masih mengacu kepada LoI sebagai pengganti GBHN. Haluan negara tersebut adalah hasil kompromi Indonesia dengan lembaga keuangan multilateral IMF dan masih berlangsung sampai dengan saat ini. IMF menjalankan fungsi memberikan perintah dan assement kebijakan agar dilaksanakan secara patuh oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah melapor pada IMF apa apa saja yang dilakukan dsn harus dipertanggung- jawabkan.

Bagaimana ceritanya bisa terjadi demikian? LoI dimulai Pada bulan Oktober 1997, Pemerintah Indonesia menandatangani Letter of Intent (LoI) pertama dengan Dana Moneter Internasional IMF tepatnya pada tanggal 31 Oktober 1997. Kesepakatan pertama tersebut ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia (BI).

LoI ini menandai dimulainya IMF menentukan arah kebijakan ekonomi Indonesia selama krisis keuangan. LoI ini menguraikan kebijakan-kebijakan yang ingin diterapkan Indonesia untuk mengatasi krisis keuangan melalui restrukturisasi keuangan, kebijakan pasar valuta asing, dan reformasi struktural.

Adapun agenda reformasi tersebut adalah membawa indonesia pada liberalisasi pasar. Seluruh kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam MEFP ditujukan untuk liberalisasi pasar, paket kebijakan yang komprehensif mengatasi bank-bank yang bangkrut, pengetatan struktural dan kebijakan fiskal dan moneter liberal.

Sebagai jaminan atas kesetiaan Indonesia meminta dukungan IMF dalam bentuk dana siaga tiga tahun sebesar SDR 7,3 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk mengatasi kesulitan keuangan dan sumber dana menjalankan berbagai program ekonomi meliputi restrukturisasi keuangan dan kebijakan pasar valuta asing. Utang dari IMF tersebut juga digunakan menghadapi kerentanan akibat pengetatan struktural dan utang luar negeri yang tinggi. Pemerintah telah menerapkan paket kebijakan pasar bebas komprehensif, termasuk kebijakan moneter ketat, restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi struktural.

Pengetatan Fiskal (APBN)

Kebijakan fiskal atau APBN merupakan fokus utama dalam reformasi Indonesia. Program ini mencakup penyesuaian fiskal yang substansial untuk mendukung kerangka makroekonomi yakni Langkah-langkah untuk mempertahankan surplus anggaran termasuk menunda proyek infrastruktur besar dan memotong berbagai anggaran. Selanjutnya APBN terfokus dalam mengatasi bekerjanya institusi utama ekonomi pasar yang saat itu bermasalah, yang dilaksanakan melalui strategi komprehensif restrukturisasi sektor keuangan.

Pemerintah telah menyusun strategi komprehensif untuk merestrukturisasi sektor keuangan. Hal ini termasuk mengatasi permasalahan terkait lembaga-lembaga yang bangkrut. Langkah ini dilakukan dengan penutupan dini bank yang pailit. Langkah ini sebagai bagian dari proses restrukturisasi, bank-bank yang bangkrut akan segera ditutup.

Pada intinya reformasi yang luas tersebut memiliki tujuan utama yakni meningkatkan efisiensi ekonomi, mengurangi peran negara dalam ekonomi, memperkuat sektor keuangan sehingga APBN indonesia juga harus terfokus memperkuat kebijakan liberalisasi keuangan tersebut.

Tanggal 20 Januari 2020 penandatangan LoI kembali dilanjutkan sebagai komitmen reformasi lebih luas untuk melakukan restrukturisasi, pembangunan Institusi ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, reformasi fiskal dan perdagangan, desentralisasi fiskal, hingga kebijakan sektoral seperti kebijakan energi, privatisasi BUMN, kebijakan sektor pertanian, kehutanan dan lingkungan.

Terkait dengan kebijakan fiskal atau APBN LoI tahun 2000 ini perlu mendapat perhatian karena menyangkut banyak aspek dalam reformasi perpajakan dan banyak janji pemerintah yang menimbulkan konsekuensi pada APBN secara keseluruhan.

Dalam LoI ini pemerintah berjanji menegaskan kembali komitmen untuk mempertahankan rezim perdagangan liberal, menghindari penerapan hambatan perdagangan baru, dan menghilangkan unsur-unsur distorsi yang masih ada dalam struktur perdagangan. Sebagai bagian dari rencana penurunan tarif tahun 1995, mengurangi tarif impor sejumlah barang dari 10 persen menjadi 5 persen dan, pada akhir tahun 2003, menetapkan struktur tarif tiga tingkat (0, 5, dan 10 persen) untuk semua barang kecuali alkohol dan mobil.

Pemerintah berjanji menghilangkan semua pengecualian tarif impor (kecuali yang merupakan bagian dari perjanjian internasional), dan menghapus semua hambatan non-tarif yang ada (termasuk beras dan gula). Kebijakan tarif beras dan gula sagai langkah menuju penggantian seluruh pajak dan pungutan ekspor dengan pajak sewa sumber daya, pajak ekspor maksimum atas kayu gelondongan, kayu gergajian, dan mineral dikurangi menjadi 15 persen pada akhir bulan Desember 1999.

Hal ini akan diikuti dengan peninjauan kembali kebijakan perpajakan sektor kehutanan. mulai Januari 2000, melalui konsultasi dengan Bank Dunia. Pada saat yang sama memastikan bahwa tarif royalti sumber daya hutan (PSDH) mencakup setidaknya 60 persen keuntungan ekonomi dari kayu gelondongan dan, dengan demikian, melindungi hutan Indonesia. Yang terakhir menghilangkan semua pembatasan ekspor lainnya (misalnya, persyaratan perizinan atau persetujuan pemerintah terhadap kayu gelondongan, kopi, dan produk kayu), pada akhir tahun 2000, dengan pengecualian yang diwajibkan berdasarkan perjanjian multilateral.

Selain itu dilakukan reformasi kebijakan fiskal dan perdagangan dilaksanakan untuk mendukung peningkatan efisiensi, transparansi, dan pembangunan kelembagaan yang direncanakan untuk keuangan publik.

Kebijakan yang mengatur pembebasan pajak dan zona perdagangan bebas sedang dirasionalisasikan agar sistem perpajakan tidak digunakan untuk mendukung sektor, industri, atau wilayah tertentu, sehingga mengurangi penyalahgunaan dan penghindaran pajak. Efisiensi pajak pertambahan nilai (PPN) ditingkatkan dengan menghapuskan pengecualian yang tidak perlu secara bertahap. Selain itu langkah-langkah nyata sedang diambil untuk meningkatkan administrasi perpajakan dan bea cukai, meningkatkan penargetan pembayar pajak besar, dan memerangi penipuan pajak.

Hal yang paling utama dalam LoI ini terkait perpajakan adalah dua amandemen baru terhadap undang-undang perpajakan (undang-undang PPN dan undang-undang Tata Cara Perpajakan) sedang dipersiapkan untuk diajukan ke Parlemen pada bulan Februari 2000 untuk memperkuat prosedur audit dan pengembalian dana serta memperluas basis pajak. Sebuah rencana reformasi juga sedang dilaksanakan untuk merasionalisasi pajak cukai rokok.

GBHN LoI Sudah Diluar Tema?

Seluruh garis besar kebijakan APBN saat ini mengikuti peta jalan ekonomi Indonesia yang telah disepakati dengan IMF dari Oktober tahun 1997 dan kerjasama tersebut masih berlangsung sampai sekarang.

Terkait APBN, LoI secara normatif menekankan pada aspek pengurangan defisit anggaran, pelaksanaan reformasi struktural, dan pengetatan fiskal. Tujuannya adalah mengurangi peran negara dalam ekonomi, memastikan bekerjanya pasar bebas dan mengurangi defisit anggaran. Untuk itu Indonesia menerapkan beberapa langkah seperti

1. Pemotongan Subsidi: Pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar dan makanan untuk mengendalikan pengeluaran. (Subsidi dipandang menjadi distorsi ekonomi atau mengganggu mekanisme pasar)

2. Peningkatan Pendapatan: Upaya dilakukan untuk meningkatkan pengumpulan pajak dan memperluas basis pajak. (Anggaran difokuskan pada usaha mengumpulkan pajak, mengurangi hambatan dalam ekploitasi sumber daya alam dan pajak perdagangan)

3. Langkah-langkah Penghematan: Belanja pemerintah dibatasi, terutama untuk barang- barang yang tidak penting. (Belanja pemerintah dapat diarahkan kepada social safety net, bukan subsidi barang yang menggangu pasar).

4. Koordinasi Kebijakan Moneter dengan Bank sentral yakni Bank Central bekerja sama dengan pemerintah untuk mengelola inflasi dan menstabilkan nilai mata uang. (Bank Central tidak boleh lagi membiayai pembangunan tapi fokus pada stabilitas moneter, bukan memperkuat mata uang).

Langkah-langkah ini bertujuan memulihkan stabilitas fiskal dan mengatasi krisis. Karena krisis dipandang terjadi akibat gagalnya mekanisme pasar yang terdistorsi oleh kebijakan subsidi, dan hambatan mekanisme pasar lainnya.

Sekarang agenda yang sedang getol adalah privatisasi atau swastanisasi menyeluruh terhadap semua BUMN. Ini dijalankan dengan agenda Holding Sub Holding dengan strategi utama mengubah BUMN menjadi anak perusahaan BUMN atau mengubah BUMN menjadi bukan BUMN. Anak anak BUMN sudah dapat bermain secara langsung dipasar keuangan, mencari utang dan menjual saham ke publik seperti praktek korporasi pada umumnya.

Namun pemerintahan Indonesia akan berganti pada bulan Oktober 2024 mendatang. Pada tingkat global banyak terjadi pergeseran tema secara mendasar dalam strategi pembangunan ekonomi. Tema tema baru tersebut adalah transisi energi, digitalisasi dan berakhirnya rezim petro dolar. Di seluruh dunia peran negara semakin menguat dalam mengatasi krisis. Dengan memperhatikan kondisi nasional, meningkatnya semangat nasionalisme di Indonesia, apakah GBHN LoI masih akan dilanjutkan?

Bagi Indonesia, tema tema baru yakni digitalisasi, transisi energi, kebijakan pembangunan berkelanjutan, usaha mengatasi bonus demografi, ancaman pertahanan dan kemananan yang semakin kompleks dan luas, telah menuntut penguatan kembali peran negara. Urusan urusan pokok yang dihadapi dunia sekarang termasuk ancaman perang terbuka tentu saja tidak dapat diserahkan untuk diurus oleh swasta melalui mekanisme pasar. Negara semakin memperkuat eksistensinya bagi usaha melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, menjalankan apa adanya yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here