Jember, newsonline.id
–Walaupun telah mendapatkan ‘warning’ dari anggota Komisi D Propinsi Jatim, tapi pihak PTPN XII Kebun Glantangan tetap ‘membandel’ dengan membuang limbah karetnya di sungai tanpa melalui proses pengolahan limbah secara benar.
Seperti yang diberitakan disejumlah media, limbah cair sisa pengelolaan karet yang dibuang di sepanjang sungai Dusun Sumberejo, Desa Pondokrejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember cukup meresahkan warga karena telah mencemari sungai yang dimanfaatkan warga untuk keperluan sehari-hari.
Padahal, keberadaan pabrik pengolahan karet tersebut sudah berdiri bertahun-tahun lalu, bahkan diperkirakan pabrik tersebut telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Artinya pencemaran sungai diduga telah dilakukan pabrik pengolahan karet tersebut berlangsung lama.
Pada Jum’at (12/6) lalu, atas perintah dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jember ahirnya melakukan tinjau lokasi terkait dengan pembuangan limbah tersebut, ternyata masih dilakukan pembiaran pembuangan limbah karet, tentunya kondisi ini tetap menimbulkan bau yang sangat menyengat dari pembuangan limbah cair hasil pengolahan karet
Manager PTPN XII Kebun Glantangan, Marhalim Harahap mengakui jika terjadi ‘kebocoran’ pembuangan limbah, namun dirinya membantah jika hal itu sengaja dilakukan oleh pihak pabrik karet PTPN XII Kebun Glantangan, menurutnya kebocoran tersebut diakibat oleh bencana alam.
“Tembok penahan serapan air bekas pembuangan limbah karet jebol karena tergerus oleh aliran sungai Kali Mayang, sehingga air limbah mengalir kesungai, dan itu terjadi pada tanggal 8 Mei lalu,” ujarnya.
Pihak pabrik saat ini menurut Marhalim sudah berupaya mencegah agar aliran limbah tidak sampai mengalir langsung ke sungai, salah satunya dengan cara menahan tembok serapan air limbah dengan menggunakan karung-karung tanah.
“Kapasitas penggunaan air untuk produksi pabrik karet memang tinggi, bisa jadi karung-karung pasir tersebut tidak mampu menahan secara maksimal luapan air limbah yang cukup tinggi debit airnya, namun saat ini pihak pabrik telah berupaya maksimal dengan membangun instalasi pengolahan air limbah baru berupa ‘rubber trap’ agar air yang terbuang ke sungai tidak menimbulkan dampak lingkungan,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil tinjauan secara administrasi maupun kondisi di lapangan, ditemukan fakta jika pabrik karet PTPN XII Kebun Glantangan mengabaikan beberapa protokol standarisasi pengolahan air limbah sesuai dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL).
Hal itu terungkap manakala Kepala seksi Pengaduan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jember, Bibit Karmiyari mempertanyakan hasil uji laboratorium baku air bersih dan UKL/UPL yang dimiliki oleh Pabrik Karet PTPN XII Kebun Glantangan.
“Kita meminta agar segera mengajukan ijin lingkungan, Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) dan ijin tempat penampungan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun (TPS-LB3), bahkan harus ada laporan rutin selama 6 bulan sekali terkait dengan UKL/UPL,” ujarnya.
Hal itu terungkap saat pihak Dinas Lingkungan Hidup Jember meminta beberapa kelengkapan dokumen dari pihak Pabrik Karet PTPN XII Kebun Glantangan, namun ternyata tidak bisa menunjukkan kelengkapan pengelolaan limbah.
“Sesuai dengan protokol standarisasi pengolahan limbah, seharunya ada laporan rutin setiap 3 Bulan sekali berupa IPLC dan TPS-LB3 dan secara rutin mengujikan kualitas air limbah ke laboratorium yang terakreditasi,” imbuhya.
Sementara itu menurut Munasid selaku Astekpol Pabrik Karet PTPN XII Kebun Glantangan, pada tahun 2018, sudah diajukan anggaran untuk dilakukan pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang baru berupa rubber trap untuk menyempurnakan yang sebelumnya sudah ada, karena kapasitas produksi pabrik yang cukup tinggi.
“Kita sudah ajukan tahun 2018 kepada direksi dan sudah disetujui, namun karena anggaran dinilai tidak mencukupi, ahirnya pada tahun 2019 diajukan kembali penambahan anggaran dan disetujui oleh pihak direksi pada tanggal 1 April 2020, namun saat proses pekerjaan pembuatan rubber trap yang baru akan berlangsung, tembok penahan jebol karena arus sungai yang deras saat itu,” jelasnya.
Menurut Munasid, pembangunan instalasi menggunakan rubber trap tersebut dilakukan untuk menambah nilai dari limbah yang dihasilkan oleh pabrik, karena hasil endapan limbah pabrik tersebut masih laku dijual karena memiliki nilai ekonomis
“Setidaknya nilai ekonomis dari limbah pabrik bisa mencapai 50 ton, hanya air limbah yang dihasilkan yang terbuang, itupun sudah melalui beberapa proses penyaringan agar benar-benar tidak membahayakan lingkungan,” katanya.
Slamet Riyadi dari LSM Kuda Putih mengapresiasi itikad baik dari Pabrik yang akan menyempurnakan IPAL karet, namun pihaknya tetap bersikukuh selama proses penyempurnaan IPAL seharusnya produksi pengolahan karet dihentikan terlebih dahulu, karena pembuangan limbah tetap dilakukan dan mencemari sungai.
“Oke… pihak Pabrik Karet PTPN XII Kebun Glantangan bisa saja berdalih bencana, namun ada unsur pembiaran disini terkait dengan pembuangan limbah ini, jika memang tembok penahan limbah yang berada di sisi sungai jebol seharusnya dibetulkan terlebih dahulu, bukannya dibiarkan meluap ke sungai,” tukasnya.
Pihaknya menyayangkan sikap dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jember yang saat turun di lokasi tidak segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan operasional pabrik, apalagi diketahui masih ada pembuangan limbah langsung ke sungai.
“Dinas Lingkungan Hidup tidak tegas, toh mereka telah tahu dengan mata kepala sendiri jika masih terjadi pembiaran pembuangan limbah, dengan dalih hanya pembinaan tapi kepentingan masyarakat dan lingkungan diabaikan,” tegasnya.
Apalagi, lanjut Slamet, seharusnya pihak Dinas Lingkungan Hidup paham tentang IPAL, apakah penyempurnaan IPAL yang dibangun oleh Pabrik Karet PTPN XII Kebun Glantangan sudah sesuai dengan protokol pengolahan limbah…? apakah pembuatannya sudah melalui prosedur UKL/UPL yang benar…? dan banyak hal lainnya, karena pencemaran lingkungan sudah terjadi, oleh sebab itu pihaknya akan tetap mempermasalahkan secara hukum terkait dengan pencemaran sungai ini.
“Kita sudah berkoordinasi dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memproses secara pidana lingkungan apa yang terjadi saat ini, bahkan beberapa kawan pemerhati lingkungan diantaranya wahana lingkungan hidup (Walhi), Grenn Peace Indonesia dan Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam (Imapala) siap mendukung dan mengawal proses penuntasan masalah pencemaran lingkungan ini,” imbuhnya
Bahkan , pihaknya menduga jika pembuangan limbah yang dilakukan pabrik-pabrik dibawah PTPN tidak dikelola secara baik. Oleh sebab itu dirinya meminta agar DPRD Jatim yang membawahi lingkungan hidup untuk melakukan sidak ke seluruh pabrik-pabrik dibawah PTPN yang ada di Jawa Timur, bahkan Slamet mengaku telah melaporkan hal ini kepada Komisi VI DPR RI sebagai stake holder dari Kementrian BUMN dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar ditindaklanjuti kepada Kementrian masing-masing.(Erwin)