Home Berita SETARA Institute: Pengakuan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu oleh Jokowi Hanya Aksesori...

SETARA Institute: Pengakuan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu oleh Jokowi Hanya Aksesori Politik

0
SHARE

Jakarta, NewsOnline.id.- Pernyataan Presiden Jokowi sesaat setelah menerima laporan kerja Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang dibentuk pada Agustus 2022, berdasarkan Keppres No. 17/2022, yang pada intinya mengakui dan menyesali adanya pelanggaran HAM berat pada 12 peristiwa di masa lalu, adalah bagian dari aksesori politik kepemimpinan Jokowi dalam memenuhi janji kampanyenya saat di 2014 hendak mencalonkan diri sebagai presiden. Sebagai aksesori, pengakuan dan penyesalan itu hanya akan memberikan dampak politik bagi presiden tetapi tidak memenuhi tuntutan keadilan sebagaimana digariskan oleh UU 26/2000 Tentang Pengadilan HAM.

Ismail Hasani, Direktur Eksekutif SETARA Institute dalam pernyataan tertulis, Jumat (13/1/2023) menilai tim yang hanya bekerja tidak lebih dari 5 bulan, dengan komposisi anggota yang kontroversial dan metode kerja yang tidak jelas, mustahil bisa merekomendasikan terobosan penyelesaian pelanggaran HAM berat secara berkeadilan.
“Tim ini hanya ditujukan untuk memberikan legitimasi tindakan bagi Presiden Jokowi membagikan kompensasi kepada para korban tanpa proses rehabilitasi yang terbuka dan tanpa mengetahui siapa sesungguhnya pelaku-pelaku kejahatan itu,” jelasnya.

SETARA Institute menyesalkan ketiadaan pengungkapan kebenaran secara spesifik perihal siapa-siapa aktor di balik 12 kasus yang telah dianalisis oleh Tim PPHAM. Persis dan konsisten dengan yang telah disampaikan oleh Kemenkopolhukam bahwa Tim PPHAM memang tidak mencari siapa yang salah, namun lebih kepada menyantuni dan menangani korban untuk dilakukan pemulihan. Fakta ini adalah dampak dari ketiadaan mandat pemenuhan hak atas kebenaran (right to the truth) sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu peristiwa bisa dibawa ke proses peradilan HAM atau direkomendasikan diselesaikan melalui jalur non yudisial. Padahal, pengungkapan kebenaran menjadi unsur yang sangat esensial dalam penuntasan pelanggaran HAM berat, sekalipun melalui mekanisme non-yudisial.

“Ada lompatan logika (logical jumping) yang dipraktikkan oleh pemerintah, yaitu mengabaikan upaya pengungkapan kebenaran namun telah mengambil jalur non-yudisial sebagai mekanisme penyelesaian yang justru semakin berpotensi pada pengukuhan impunitas,” terangnya.

SETARA memandang cara kerja Tim PPHAM sengaja didesain untuk melahirkan aneka kontradiksi dan paradoks dalam diskursus dan gerakan advokasi penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu. Sekalipun berkali-kali Menkopolhukam Mahfud MD menyampaikan bahwa jalur yudisial tetap terbuka, tetapi dengan keputusan politik presiden yang hanya menempuh jalur penyantunan pada korban, maka keputusan Presiden Jokowi akan menjadi referensi dan preseden sikap lanjutan bagi Jokowi pada dua tahun terakhir kepemimpinannya atau bagi presiden selanjutnya.

“Di sinilah kecerdikan Jokowi merespons isu politik penyelesaian pelanggaran HAM. Di satu sisi, berhasil memetik insentif politik sebagai pemecah kebekuan; tapi di sisi lain, juga dicatat sebagai presiden yang berhasil menutup ruang bagi kerja lanjutan advokasi penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, melalui jalur yudisial,” tutupnya.(sn01)

SHARE
Previous articleSopper KSB Putuskan Menarik Diri Dari LSM Amanat
Next articleBEM UIN Mataram Duga Cakil Biangkerok Kekacauan di KSB, Dugaan Aliran Dana Ratusan Juta
Avatar
Kami adalah Jurnalis Jaringan NewsOnline, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here