Jember, News Online.id
(24 Juli 2019) —-Pihak kampus perlu mewaspadai mahasiswanya yang tiba-tiba sikapnya berubah.
Seperti, tidak mau beribadah dengan kawan lainnya, mengkafirkan orang yang tidak sepaham,
tidak mengakui negara, membatasi pergaulan secara sepihak atau bahkan meninggalkan kuliah.
Pasalnya, bisa jadi mahasiswa tersebut sudah terpapar faham radikalisme. Peringatan ini
disampaikan oleh Kurnia Widodo, mantan narapidana teroris (Napiter) kepada sivitas
akademika Universitas Jember, dalam kegiatan Dialog Pelibatan Sivitas Akademika Dalam
Pencegahan Terorisme Melalui FKPT Jawa Timur (24/7). Dirinya meminta kampus melakukan
pendekatan persuasif jika menemukan mahasiswa seperti ini.
Kurnia Widodo lantas memaparkan pengalamannya. “Beberapa diantara pelaku
terorisme adalah lulusan kampus, termasuk saya sendiri. Awalnya saya mengikuti semacam
pengajian atau dauroh dan mulai terpengaruh sehingga kemudian masuk ke dalam kelompok
teroris,” ujar pria lulusan sebuah perguruan tinggi negeri ternama ini.
Dengan latar belakang pendidikannya di bidang teknik kimia, Kurnia Widodo bertugas sebagai perakit bom di kelompoknya. Oleh karena itu Kurnia Widodo meminta kampus agar memperhatikan betul kondisi mahasiswanya agar terhindar dari pengaruh faham-faham radikal yang bisa mengarah
ke aksi terorisme.
“Kampus harus aktif memberikan pembinaan kepada mahasiswa dengan memberikan
wawasan keagamaan dan sosial budaya yang benar dengan berbagai cara, mulai membina
masjid hingga mengawasi kegiatan-kegiatan berkedok training, pengajian atau tabligh akbar,” ujar Kurnia Widodo yang sempat divonis 6 tahun penjara ini.
Bagi mahasiswa, kata dia, jangan mudah percaya kepada informasi yang belum jelas atau hoax, jangan mudah kagum pada orang yang dianggap ulama padahal belum jelas latar belakangnya. Selalu
lakukan saring sebelum sharing informasi dan aktif mencari informasi lain sebagai
pembanding.
Peringatan Kurnia Widodo mendapatkan pembenaran dari Brigjen (Pol) Hamli, Direktur
Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI. Menurut dia, dari data yang
ada dan pengalaman BNPT menangani kasus terorisme, memang masjid kampus dan kegiatan
pengajian di kampus dapat menjadi pintu masuk faham radikal kepada mahasiswa.
“Oleh karena itu BNPT giat menggandeng kampus di Indonesia dalam rangka mencegah penyebaran
faham radikal di kalangan mahasiswa. Kami minta sejak dini kampus memberikan pemahaman
terkait agama dan berbagai masalah sosial budaya, serta menumbuhkan rasa nasionalisme
kepada mahasiswa, misalnya di saat penerimaan mahasiswa baru. Kampus juga diminta aktif
membuat regulasi yang jelas di bidang kegiatan kemahasiswaan,” jelas Brigjen (Pol) Hamli yang
juga pakar penjinak bom ini.
Sementara itu Moh. Hasan, Rektor Universitas Jember mengungkapkan langkah-langkah
Universitas Jember dalam menangkal faham radikal di Kampus Tegalboto. “Kami sudah
melakukan pemetaan terkait kondisi mahasiswa di Universitas Jember, dan hasil temuannya
kami jadikan bahan dalam merumuskan materi pencegahan faham radikalisme yang masuk di
Mata Kuliah Umum. Kami juga telah memberlakukan pembatasan kegiatan kemahasiswaan
hanya hingga jam sepuluh malam agar memudahkan pengawasan,” ungkap Moh. Hasan.
Acara dialog kali ini adalah hasil kerjasama antara BNPT, Universitas Jember dengan
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur. Dalam laporannya di awal acara,
Soubar Isman, Ketua FKPT Jawa Timur, menjelaskan tujuan dialog kali ini antara lain menyerap
aspirasi dan dinamika di kampus dan memperkuat koordinasi dengan pihak kampus.
Selain menghadirkan Direktur Pencegahan BNPT dan mantan napiter, peserta juga mendapatkan
informasi hasil penelitian terkait faham radikal di kampus dari Yusli Efendi, Sekertaris Pusat
Studi Pesantren dan Nurul Barizah, peneliti FKPT mengenai pemetaan potensi radikalisme dan
terorisme di Jawa Timur. Peserta yang hadir terdiri dari sivitas akademika Universitas Jember,
Polteknik Negeri Jember, Polres Jember, Kodim 0824 Jember, Bakesbangpol Jember dan
peserta lainnya. (tot/ulu/iim/hms)